Label

Minggu, 15 Juli 2012

Blind Test


30
tahun usianya ketika itu; dan John Sculley menjadi CEO termuda dalam sejarah Pepsi Corporation. Strateginya membuat pasar Coke andalan Coca Cola goyah, bahkan berantakan. ‘Pepsi Challenge’ bergema di seantero jagat. Angka penjualannya merangkak nik dan merangsek sang pemimpin pasar. Blind test untuk membandingkan rasa di berbagai tempat menegaskan keunggulan Pepsi. Dan John Sculley, sang nakhoda, digelari ‘the best and the brightest man in the industry’. Pendeknya, Sculley sedang berada di puncak kejayaannya bersama Pepsi.
                Dalam kondisi seperti itu, tentu ia hanya tersenyum ketika Steve Jobs, CEO Apple Inc., berkata padanya, “Maukah Anda bergabung dengan Apple?” pertanyaan nekat! Sculley sedang di puncak kejayaannya bersama Pepsi sedangkan Apple –dengan aset maupun omset yang jauh lebih kecil daripada Pepsi ketika itu- baru saja dirundung masalah keuangan hingga nyaris bangkrut.
                Umumnya orang yang disodori tawaran gila ini tentunya akan berkata, “Memangnya, berapa Anda berani bayar saya?” Atau, “Posisi apa yang Anda tawarkan pada saya, yang lebih dari apa yang saya nikmati sekarang?” Dan Steve Jobs sudah siap menjawab pertanyaan macam itu jika ia keluar dari mulut Sculley. Kalimat jawaban itu membuat Sculley tersentak. “Anda mau jualan air gula seumur hidup, atau –kalau Anda mau- mengubah dunia?!!”

               
 John Sculley, sang brilian, tertohok ulu hati kebanggaannya. Ia terpanah tepat di ruang yang paling menggairahkan baginya: tantangan. Steve Jobs’ Challenge ternyata dahsyat. Lebih dahsyat dari Pepsi Challenge yang digulirkannya. Dan materi; uang, gaji, posisi, takluk di sini. Passion John Sculley bukan pada itu semua. Tapi tantangan. Dan mengubah dunia adalah tantangan terbesar yang ditawarkan padanya. Setelah sejenak mempelajari Apple Inc. dan Steve Jobs, ia percaya bahwa komputer dan teknologi informasi memang akan mengubah dunia. Ia pindah ke Apple.



===================================oOo===============================

Kita semua memiliki kemampuan yang mengagumkan untuk merenda mimpi, merajut cita-cita, dan menyusun rencana. Namun semua kemampuan itu tidak pernah lebih kuat daripada kemampuan kita untuk menunda. Maka setelah visi, kita memang seharusnya bergairah. Pertanyaan selanjutnya, pada apakah kita bergairah? Mari kita mengukurnya dengan sederhana. Pada satu bidang saja.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar