Sambil
menunggu, izinkan aku berkelakar mengenai kamu dan sayap. Kamu terobsesi dengan
segala makhluk bersayap. Aku ingin
percaya kamu cukup cerdas untuk tidak mencoba terbang kemari. Kalaupun itu bisa
terjadi, aku khawatir kamu mati lemas di jalan lalu jatuh ke laut. Dimakan hiu.
Dan jadilah kalian hibrida yang luar biasa. Manusia bersayap di dalam perut
makhluk bersirip berinsang.
Kamu
membuatku percaya ada poin tambahan jika memperlakukan hidup seperti arena
balap lari. Namun imanku pada arena itu luruh dalam satu malam karena
kegagalanmu mencapai garis finish. Lihatlah detik itu, jarum jam itu, momentum
yang tak lagi berarti di detik pertama kamu gagal mengucapkan apa yang harusnya
kamu ucapkan.
Aku
tidak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa kamu, tapi aku ingin percaya ada
insiden yang cukup dahsyat di dunia serba seluler ini hingga kamu tidak bisa
menghubungiku. Mungkin matahari lupa ingatan lalu keasyikan terbenam atau
terlambat terbit? Bahkan kiamat pun hanya bicara tentang arah yang terbalik,
bukan perubahan jadwal.
Satu
waktu nanti, saat kamu berhenti percaya manusia bisa punya sayap selain lempeng
besi yang didorong mesin jet, saat kamu berhenti percaya hidup lebih bermakna
bila ada wasit menyalakan aba-aba “1,2,3”, kamu boleh terus percaya bahwa
kemarin... besok... lusa... dan hari-hari sesudah itu... aku masih disini. Menunggu
kamu mengucapkan apa yang harusnya kamu ucapkan.
... tengah malamnya lewat
sudah...
Tiada kejutan tersisa...
Aku terlunta, tanpa sarana,,
Saluran tuk ku bicara..
Mundurlah, wahai waktu ...
Ada selamat ulang tahun
Yang tertahan tuk kuucapkan
Yang harusnya tiba tepat
waktunya
Dan rasa cinta yang slalu
membara
Untuk dia yang terjaga menantiku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar